KELOMPOK 2
Ketua : Andrian Septiadi
Anggota : Billy Anjaka
: Dhanang Haryo
: Mohammad Reza Fauzi
: Gilang Setiawan
: Muhammad Rifqi Aziz
: Michael Mangapul
: Singgih Krispur Handoko
WUJUD KEBUDAYAAN DAN
ORIENTASI NILAI BUDAYA, PERUBAHAN KEBUDAYAAN, dan KAITAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN
A. WUJUD
KEBUDAYAAN DAN ORIENTASI NILAI BUDAYA
Wujud Kebudayaan
Menurut J.J. Hoenigman,
wujud kebudayaan dibedakan menjadi tiga: gagasan, aktivitas, dan artefak.
· Gagasan
Wujud ideal kebudayaan adalah
kebudayaan yang berbentuk kumpulan ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma,
peraturan, dan sebagainya yang sifatnya abstrak; tidak
dapat diraba atau disentuh. Wujud kebudayaan ini terletak dalam kepala-kepala
atau di alam pemikiran warga masyarakat. Jika masyarakat tersebut menyatakan
gagasan mereka itu dalam bentuk tulisan, maka lokasi dari kebudayaan ideal itu
berada dalam karangan dan buku-buku hasil karya para penulis warga masyarakat
tersebut.
· Aktivitas
Aktivitas adalah wujud
kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat itu.
Wujud ini sering pula disebut dengan sistem sosial. Sistem sosial ini
terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang saling berinteraksi,
mengadakan kontak, serta bergaul dengan manusia lainnya
menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan. Sifatnya konkret, terjadi dalam kehidupan
sehari-hari, dan dapat diamati dan didokumentasikan.
· Artefak
Artefak adalah wujud
kebudayaan fisik yang
berupa hasil dari aktivitas, perbuatan, dan karya semua manusia dalam
masyarakat berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat, dan
didokumentasikan. Sifatnya paling konkret di antara ketiga wujud kebudayaan.
Dalam kenyataan kehidupan bermasyarakat, antara wujud kebudayaan yang satu
tidak bisa dipisahkan dari wujud kebudayaan yang lain. Sebagai contoh: wujud
kebudayaan ideal mengatur dan memberi arah kepada tindakan (aktivitas) dan
karya (artefak) manusia.
Orientasi Nilai Budaya
Kluckhohn
dalam Pelly (1994) mengemukakan
bahwa nilai budaya merupakan sebuah
konsep beruanglingkup luas yang hidup dalam
alam fikiran sebahagian besar warga suatu masyarakat, mengenai apa yang
paling berharga dalam hidup. Rangkaian konsep itu satu sama lain saling
berkaitan dan merupakan sebuah sistem nilai – nilai budaya.
Secara fungsional
sistem nilai ini mendorong individu untuk
berperilaku seperti apa yang ditentukan. Mereka
percaya, bahwa hanya dengan berperilaku seperti itu
mereka akan berhasil (Kahl, dalam Pelly:1994). Sistem nilai itu menjadi pedoman
yang melekat erat secara emosional pada diri seseorang atau sekumpulan orang,
malah merupakan tujuan hidup yang diperjuangkan. Oleh karena itu, merubah
sistem nilai manusia tidaklah mudah, dibutuhkan waktu. Sebab, nilai – nilai
tersebut merupakan wujud ideal dari lingkungan
sosialnya. Dapat pula dikatakan bahwa
sistem nilai budaya suatu
masyarakat merupakan wujud
konsepsional dari kebudayaan mereka, yang seolah – olah berada
diluar dan di atas para individu warga masyarakat itu.
Ada lima masalah
pokok kehidupan manusia dalam setiap kebudayaan yang dapat ditemukan secara
universal. Menurut Kluckhohn dalam Pelly (1994) kelima masalah pokok
tersebut adalah: (1) masalah hakekat hidup, (2) hakekat kerja atau karya
manusia, (3) hakekat kedudukan manusia dalam ruang dan waktu, (4) hakekat
hubungan manusia dengan alam sekitar, dan (5) hakekat dari hubungan manusia
dengan manusia sesamanya.
Berbagai kebudayaan
mengkonsepsikan masalah universal
ini dengan berbagai variasi yang berbeda
– beda. Seperti masalah pertama, yaitu
mengenai hakekat hidup manusia. Dalam banyak kebudayaan yang dipengaruhi oleh
agama Budha misalnya, menganggap hidup itu buruk dan menyedihkan. Oleh karena
itu pola kehidupan masyarakatnya berusaha untuk memadamkan hidup itu guna
mendapatkan nirwana, dan
mengenyampingkan segala tindakan yang
dapat menambah rangkaian hidup kembali (samsara) (Koentjaraningrat, 1986:10).
Pandangan seperti ini sangat mempengaruhi
wawasan dan makna kehidupan itu secara keseluruhan.
Sebaliknya banyak kebudayaan yang berpendapat bahwa hidup itu baik. Tentu
konsep – konsep kebudayaan yang berbeda ini berpengaruh pula pada sikap dan
wawasan mereka.
Masalah kedua mengenai
hakekat kerja atau karya dalam kehidupan. Ada kebudayaan yang
memandang bahwa kerja itu sebagai usaha untuk kelangsungan hidup (survive)
semata. Kelompok ini kurang tertarik kepada kerja keras. Akan tetapi ada juga
yang menganggap kerja untuk mendapatkan status, jabatan dan kehormatan. Namun,
ada yang berpendapat bahwa kerja untuk mempertinggi prestasi. Mereka ini
berorientasi kepada prestasi bukan kepada status.
Masalah ketiga mengenai
orientasi manusia terhadap waktu.Ada budaya yang memandang penting masa
lampau, tetapi ada yang melihat masa kini sebagai focus usaha dalam
perjuangannya. Sebaliknya ada yang jauh melihat kedepan. Pandangan yang berbeda
dalam dimensi waktu ini sangat mempengaruhi perencanaan hidup masyarakatnya.
Masalah keempat berkaitan
dengan kedudukan fungsional manusia terhadap alam. Ada yang percaya
bahwa alam itu dahsyat dan mengenai kehidupan manusia. Sebaliknya ada yang
menganggap alam sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa untuk dikuasai manusia.
Akan tetapi, ada juga kebudayaan ingin mencari harmoni dan keselarasan dengan
alam. Cara pandang ini akan berpengaruh terhadap pola aktivitas masyarakatnya.
Masalah kelima menyangkut
hubungan antar manusia. Dalam banyak kebudayaan hubungan ini tampak dalam
bentuk orientasi berfikir, cara bermusyawarah, mengambil keputusan dan
bertindak. Kebudayaan yang menekankan hubungan horizontal (koleteral) antar
individu, cenderung untuk mementingkan hak azasi, kemerdekaan dan kemandirian
seperti terlihat dalam masyarakat – masyarakat eligaterian. Sebaliknya
kebudayaan yang menekankan hubungan vertical cenderung untuk mengembangkan
orientasi keatas (kepada senioritas, penguasa atau pemimpin). Orientasi ini
banyak terdapat dalam masyarakat paternalistic (kebapaan). Tentu saja pandangan
ini sangat mempengaruhi proses dinamika dan mobilitas social masyarakatnya.
Inti permasalahan disini
seperti yang dikemukakan oleh Manan dalam Pelly (1994) adalah siapa
yang harus mengambil keputusan. Sebaiknya dalam system hubungan vertical
keputusan dibuat oleh atasan (senior) untuk semua orang. Tetapi dalam
masyarakat yang mementingkan kemandirian
individual, maka keputusan dibuat dan diarahkan kepada masing –
masing individu.
Pola orientasi nilai budaya
yang hitam putih tersebut di atas merupakan pola yang ideal untuk masing –
masing pihak. Dalam kenyataannya terdapat nuansa atau variasi
antara kedua pola yang ekstrim itu
yang dapat disebut sebagai pola transisional.
B. PERUBAHAN
KEBUDAYAAN
Pengertian perubahan
kebudayaan adalah suatu keadaan dalam masyarakat yang terjadi karena
ketidak sesuaian diantara unsur-unsur kebudayaan yang saling berbeda sehingga
tercapai keadaan yang tidak serasi fungsinya bagi kehidupan.
Contoh :
· Masuknya
mekanisme pertanian mengakibatkan hilangnya beberapa jenis teknik pertanian
tradisional seperti teknik menumbuk padi dilesung diganti oleh teknik “Huller”
di pabrik penggilingan padi. Peranan buruh tani sebagai penumbuk padi jadi
kehilangan pekerjaan.
Semua terjadi karena adanya
salah satu atau beberapa unsur budaya yang tidak berfungsi lagi, sehingga
menimbulkan gangguan keseimbangan didalam masyarakat. Perubahan dalam
kebudayaan mencakup semua bagian yaitu : kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi
dan filsafat bahkan perubahan dalam bentuk juga aturan-aturan organisasi
social. Perubahan kebudayaan akan berjalan terus-menerus tergantung dari
dinamika masyarakatnya.
Ada faktor-faktor yang
mendorong dan menghambat perubahan kebudayaan yaitu:
a. Mendorong
perubahan kebudayaan
· Adanya
unsur-unsur kebudayaan yang memiliki potensi mudah berubah, terutama
unsur-unsur teknologi dan ekonomi ( kebudayaan material).
· Adanya
individu-individu yang mudah menerima unsure-unsur perubahan kebudayaan,
terutama generasi muda.
· Adanya
faktor adaptasi dengan lingkungan alam yang mudah berubah.
Menghambat perubahan
kebudayaan
· Adanya
unsur-unsur kebudayaan yang memiliki potensi sukar berubah
seperti
:adat istiadat dan keyakinan agama ( kebudayaan non material)
· Adanya
individu-individu yang sukar menerima unsure-unsur perubahan terutama generasi
tu yang kolot.
Ada juga
faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan kebudayaan :
a. Faktor
intern
· Perubahan
Demografis
Perubahan demografis disuatu
daerah biasanya cenderung terus bertambah, akan mengakibatkan terjadinya
perubahan diberbagai sektor kehidupan, c/o: bidang perekonomian, pertambahan
penduduk akan mempengaruhi persedian kebutuhan pangan, sandang, dan papan.
· Konflik
social
Konflik social dapat
mempengaruhi terjadinya perubahan kebudayaan dalam suatu masyarakat. c/o:
konflik kepentingan antara kaum pendatang dengan penduduk setempat didaerah
transmigrasi, untuk mengatasinya pemerintah mengikutsertakan penduduk setempat
dalam program pembangunan bersama-sama para transmigran.
· Bencana
alam
Bencana alam yang menimpa
masyarakat dapat mempngaruhi perubahan c/o; bencana banjir, longsor, letusan
gunung berapi masyarkat akan dievakuasi dan dipindahkan ketempat yang baru,
disanalah mereka harus beradaptasi dengan kondisi lingkungan dan budaya
setempat sehingga terjadi proses asimilasi maupun akulturasi.
· Perubahan
lingkungan alam
Perubahan lingkungan ada
beberapa faktor misalnya pendangkalan muara sungai yang membentuk delta,
rusaknya hutan karena erosi atau perubahan iklim sehingga membentuk tegalan.
Perubahan demikian dapat mengubah kebudayaan hal ini disebabkan karena kebudayaan
mempunyai daya adaptasi dengan lingkungan setempat.
b. Faktor
ekstern
· Perdagangan
Indonesia terletak pada
jalur perdagangan Asia Timur denga India, Timur Tengah bahkan Eropa Barat.
Itulah sebabnya Indonesia sebagai persinggahan pedagang-pedagang
besar selain berdagang mereka juga memperkenalkan budaya mereka pada masyarakat
setempat sehingga terjadilah perubahan budaya dengan percampuran budaya yang
ada.
· Penyebaran
agama
Masuknya unsur-unsur agama
Hindhu dari India atau budaya Arab bersamaan proses penyebaran agama
Hindhu dan Islam ke Indonesia demikian pula masuknya unsur-unsur
budaya barat melalui proses penyebaran agama Kristen dan kolonialisme.
· Peperangan
Kedatangan bangsa Barat
ke Indonesia umumnya menimbulkan perlawanan keras dalam bentuk
peperangan, dalam suasana tersebut ikut masuk pula unsure-unsur budaya bangsa
asing ke Indonesia.
C. KAITAN
MANUSIA DAN KEBUDAYAAN
Hubungan manusia dengan
kebudayaan adalah :
Manusia sebagai perilaku
kebudayaan. Kebudayaan merupakan objek yang dilaksanakan manusia. Dalam
sosiologi manusia dan kebudayaan dinilai sebagai dwitunggal, maksudnya bahwa
walaupun keduanya berbeda tetapi keduanya merupakan satu kesatuan. Manusia
menciptakan kebudayaan, dan setelah kebudayaan tercipta maka kebudayaan
mengatur hidup manusia agar sesuai dengannya. Tmpak bahwa keduanya akhirnya
merupakan satu kesatuan.
0 komentar:
Posting Komentar